Baru saja ini, saya cukup terkejut dengan kabar lama yang baru saya baca. Rupanya, legenda badminton Ardy B Wiranata sudah jadi masyarakat negata asing (WNA). Ia jadi masyarakat negara Kanada.
Setahu saya, tidak cuma Ardi sebagai WNA. Legenda badminton lain yaitu Mia Audina serta Tony Gunawan jadi WNA. Saat jadi masyarakat negara Indonesia (WNI) Mia Audina ialah peraih medali perak tunggal putra Olimpiade 1996.
Mia jadi sisi penting saat Indonesia juara Piala Uber pada 1994 serta 1996. Serta, saya masih ingat di Piala Uber tahun 1994, Mia jadi pemain paling akhir di partai final menantang Cina.
Saya percaya, siapa saja yang melihat waktu itu tentu deg degan lihat Mia jadi pemain penentu. Karena, waktu itu, Mia masih berumur 15 tahun. Pikirkan, umur 15 tahun jadi pemain penentu. Tetapi, pada akhirnya Mia dapat menang serta Indonesia juara Piala Uber.
Tetapi, pada tahun 1999 ia turut suaminya serta jadi masyarakat negara Belanda. Di Belanda ia sempat jadi pebulutangkis. Ia juga dapat memperoleh medali perak di Olimpiade 2004.
Tony Gunawan semakin keren masalah prestasi Olimpiade dibandingkan Mia. Karena, ia ialah peraih medali emas ganda putra Olimpiade 2000 bersama-sama Chandra Wijaya. Tetapi, ia putuskan jadi masyarakat negara Amerika Serikat serta dapat juara dunia dengan bendera Amerika Serikat pada 2005.
Kembali pada Ardy B Wiranata. Di waktu dulu ia ialah jagoan Indonesia. Ia turut bawa Indonesia juara Piala Thomas pada 1994 serta 1996. Ia sempat juga menjadi juara All England. Di tempat Olimpiade 1992, Ardy memperoleh medali perak.
Tetapi, sesudah pensiun dari bulu tangkis, nama Ardy lenyap. Terakhir diketahui jika ia jadi pelatih bulu tangkis di negeri orang. Ia juga pilih jadi WNA Kanada.
Ketetapan jadi masyarakat negara Indonesia atau masyarakat negara asing pasti ketetapan pribadi. Ketetapan yang tidak dapat terganggu tuntut. Hak tiap orang untuk pilih masyarakat negara apa.
Faktanya juga dapat beberapa macam. Menurut saya juga, jika contohnya faktanya ialah kesejahteraan, itu fakta logis. Karena, orang ingin menyejahterakan keluarganya.
Cara Melakukan Deposit Main Togel Online
Jika ada yang geser jadi WNA sebab ingin profesinya menjulang, itu tidak apa. Karena, memang benar ada orang yang hidup untuk memburu profesi. Dibanding profesinya di satu negara tidak dapat bertumbuh, mending geser ke negara lain yang memberikan kesempatan untuk bertumbuh.
Ada pula yang sakit hati sebab menganggap diperlakukan tidak wajar. Selanjutnya, putuskan geser masyarakat negara. Menurut saya, tidak masalah karenanya hak semasing orang. Hak asasi yang menurut saya tidak dapat terganggu tuntut.
Tetapi, perlu digarisbawahi jika ketetapan geser masyarakat negara mempunyai resiko. Jika sudah WNA, bila diberi pertanyaan karena itu jawab saja WNA. Tidak perlu berbelit-belit dengan katakan, "Saya lahir di Indonesia, darah saya Indonesia, sampai mati saya juga Indonesia," demikian tuturnya. Walau sebenarnya, ia telah jadi WNA.
Jangan sebab mencari untung di Indonesia, ogah mengulas posisi WNA. Ya katakan saja jika ia telah jadi WNA. Jika sebab WNA ia tidak laris lagi di Indonesia, ya itu ialah resiko. Jangan ingin nikmatnya saja. Geser WNA agar bisa harta tetapi saat di Indonesia untuk cari harta manutup-nutupi posisi WNA.
Saya tidak setuju contohnya dengan Mia Audina. Ia sempat minta kepastian masalah tunjangan peraih medali Olimpiade pada Menteri Pemuda serta Olahraga sebab sempat mengharumkan nama Indonesia.
Jika lihat prestasinya, pasti Mia wajar bisa tunjangan. Ditambah lagi saat kita lihat sepak terjangnya buat Indonesia di Piala Uber 1994. Tetapi, buat saya saat ia telah jadi WNA karena itu tidak memerlukan tunjangan untuknya.
Ditambah lagi, Belanda menurut saya semakin dapat memberikan kesejahteraan serta tunjangan buat Mia Audiana. Jadi menurut saya buat mereka yang menjadi WNA tidak perlu dikasih uang tunjangan atau kesejahteraan menggunakan pajak rakyat Indonesia.
Menurut saya, ada banyak hal yang tidak dapat disamakan di antara WNI serta WNA. Telah jadi konsep jika masyarakat negara itu mempunyai resiko lain dengan bukan masyarakat negara.
Serta, saya juga tidak setuju dengan inspirasi masyarakat negara ganda buat orang dewasa di Indonesia. Jika sudah jadi WNA ya jangan ingin jadi WNI. Jika ingin jadi WNI, terlepas dahulu posisi WNA-nya. Pilihan untuk orang dewasa harus jelas, WNI atau WNA.
Jika saya ialah hormati pilihan orang mengenai masyarakat negara yang ia pilih, dan juga memberikan sikap yang pasti saat telah terkait dengan resiko seorang WNI atau WNI. Tetapi, tentunya jika posisi beda itu tidak menghambat kita untuk bersapa, bersenda canda untuk manusia. (*)